Kifa Kafi

oleh L. Heni Susilowati
Ilustrasi: Nina
    Disebuah lembah hijau yang penuh bunga, terdapat sebuah desa, salah satu penghuni desa itu bernama kifa Kafi . Ia suka sekali bernyanyi. Dimana pun dan kapan pun Kifa Kafi berada ia selalu bernyanyi.
     Sebenarnya suara Kifa kafi bagus enak di dengar telinga. Yang membuat tidak enak. Ia menyanyi berdasarkan suasana  hatinya. Jika sedang gembira. ia menyanyikan lagu yang riang. Orang yang mendengarkan lagunya jadi ikut gembira. Kalau ia menyanyikan lagu jenaka, orang-orang pun tertawa mendengarnya.

     Sayangnya, bila ia sedang sedih, aduh lagunya itu menyayat hati. Yang mendengar lagunya jadi ikut sedih. Bahkan bisa menangis. Bila Kifa Kafi sedang marah, lirik lagunya pin jadi mengesalka. Yang mendengar lagunya pun jadi ikut marah.
      Akan tetapi yang membuat penduduk kesal, Kifa Kafi sering menyanyi tanpa melihat keadaan. Ia bisa menyanyi menari-nari disaat ada kesedihan di desa itu. Misalnya, di saat ada penduduk yang meninggal. Sebaliknya ia kadang menyanyikan lagu yang sangat sedih di saat pesta ulang tahun yang sangat meriah.
     Kifa Kafi sebenarnya baik hati. Namun, perasaannya sangat peka kalau di tegur orang hatinya mudah sedih, kalau di larang bernyanyi menyanyi, ia pn bisa berhari-hari ngambek dan tidak mau bernyanyi, Kifa Kafi akan menjadi baik lagi jika  orang yang mau meminta maaf padanya. Benar-benar merepotkan!
    Kebiasaan Kifa Kafi membuat orang-orang bijak di desanya menjadi Prihatin. Lebih-lebih Palo Pola.
     Suatu hari, Palo Pola mengundangKifa-Kafi ke rumahnya.
       "Saya sudah berpikir lama," membuka pembicaraan
       "Tentang apa, pak?" Kifa Kafi ingin tahu.
      "Saya punya masalah karena itu, saya haru minta tolong pada seseorang," Sahut Palo Pola.
      "Bapak ingin minta tolong pada siapa pak?"
 Palo Pola berpikir sejenak lalu tersenyum pada Kifa Kafi.
   "Ya tentu saja padamu, Kifa Kafi. Akhirnya saya menemukan orang yang tepat," papar Palo Pola.
     Kifa Kafi terkejut.
    "Dengan senang hati pak, Palo Pola," sahutnya kemudian.
     "Begini, keponakanku dari kota akan datang berlibur kesini. Aku terlalu sibuk untuk mengajaknya jalan-jalan. Maukah kamu menemaninya kemanapun ia ingin pergi? Ia puteri kakak saya yang tingal di kota."
     "Tentu saja mau,Pak,"sahut Kifa Kafi.
     "Tapi menemani dia itu tidak mudah. Dia anak perempuan yang cengeng dan rewel."
      "Maksud Bapak, saya tidak boleh membuat ia menangis?"
     "Ya, begitulah. Kalau tidak kerasan disini, dia pasti minta pulang, saya tidak enak pada kakak saya. Nanti dikiranya saya tidak bisa mengurus anak kecil."
     "Percayakan pada saya, Pak!" Kifa Kafi sangat senang karena merasa dipercaya. 
  Keesokan harinya, datanglah Puti Pitu. Ia seorang anak perempuan yang manis. Kifa Kafi mengekor kemanapun  anak itu pergi. Tentu saja sambil bernyanyi seperti biasanya.
   "Paman Kifa, tahukah Paman, kalau paman itu berisik?"
    Kifa Kafi tersendak dan berhenti menyanyi mendengar teguran itu.
    "Paman hebat kalau Paman mau mendengarkan saranku," kata Puti Pitu.
     "Saranmu?"
     "Iya, Paman. Aku akan beri tahu Paman kapan boleh menyanyi dan kapan tidak boleh menyanyi."
    Awalnya, Kifa Kafi ingin mengatakan kalau ia tidak setuju. Namun, kemudian ia ingat pesan Palo Pola. Jangan buat Puti Pitu itu tidak senang, supaya ia suka berlibur disini.
    "Baiklah," Kifa Kafi pun setuju.
  Puti Pitu tersenyum. Senyum anak kecil yang menawan. Senyum yang membuat Kifa Kafi tidak menyesal menyetujui saran anak kecil itu.
    Hari demi hari berlalu. Ada saatna Kifa Kafi menyanyi ada pula saatnya ia tidak bersuara. Genap satu bulan Puti Pitu tinggal disitu. Pagi itu, orang tua Puti Pitu menjemput putrinya pulang.
    "Ayah, ibu, Paman Kifa sangat hebat. Ia adalah Paman bersuara merdu yang sangat baik," Puti Pitu memuji Kifa Kafi di hadapan orang tuanya.
    Kifa Kafi sangat senang mendengar pujian itu. Meskipun sedik karena harus berpisah, ia melambaikan tangan penuh semangat saat mengantar Puti-Pitu pulang.
   Alangkah damainya lembah hijau tersebut saat ini. Kifa Kafi masih tetap suka bernyanyi. Namun, ia tahu, dimana dan kapan boleh menyanyi. Semua gembira melihat perubahan itu. Terutama Palo Pola. Siasatnya membuahkah hasil. (*)

Sumber: Majalah Bobo edisi ke 52 hal 10-11

0 Response to "Kifa Kafi"

Posting Komentar