Rel Dakwah




Fahry Alamsyah

       
foto: Fahry Alamsyah
            Jum’at sore, tatkala telapak kaki ini berjalan di atas sebatang rel yang licin.
Pandanganku menghadap ke depan, mengfokuskan satu tujuan dan lihatlah ujung rel itu makin mengecil melengkung tipis. Aku berjalan  di jalur ke Muara Enim, rel yang panjang hingga menempuh jarak 73 kilometer, Aku masih ingat waktu masih semasa sekolah di Aliyah saban minggu pagi aku menyusuri rel ini menuju Bawah Kemang (Duspra) tujuanku saat hanya lapangan Ria Jaya untuk main sepak bola atau hanya melalang buana tidak tahu tujuan bersama sohib-sohib semasa masih ingusan dulu.


       Aku kembali menyusuri rel yang sudah di bangun sejak pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1917,  aku tidak tahu persis sudah berapa kali rel ini diganti atau di rehab,  kali ini aku menyusuri rel ini bukan untuk hal yang pernah aku lakukan dulu. Pukkk…salah satu kakiku terpeleset dari rel menyentak batu-batu koral yang terhampar di sepanjang rel itu, aku kembali mengatur keseimbangan agar bisa berjalan di atas sebatang rel seperti pemain sirkus yang seringku saksikan di layar televisi swasta. Elok nian, decak kagumku.
            Tanpa sadar olehku, langkah-langkah itu telah membawaku begitu jauh dari asal semula aku melangkah, ketika ku tengok kebelakang, sebuah jembatan layang di dekat stasiun sudah begitu kecil, orang-orang yang saban sore duduk disana pun hanya  telihat hitam yang terlihat tak nampak hidungnya, matanya dan mulutnya.
           Kalau bukan untuk sebuah sepak bola atau hanya melalang buana tiada arti untuk apa kau menyusuri rel itu? Untuk sesuatu yang baru kutekuni, tepatnya selepas Aliyah aku mengenal dunia baru ini, dunia baru yang mungkin masih tampak asing dari sebagian besar orang.  Dunia baru yang penuh cemo’oh dan cacian penuh hina, mereka bilang itu ‘sesat’, awas teroris atau apa yang kalian itu terlalu panatik, yah begitulah responnya.  Karena apa aku kembali menyusuri rel itu? Karena Liqo, Ba’da ashar aku baru ingat kalau hari ini kami liqo di masjid Al Hidayah duspra, dengan semangat yang mengebuh-gebuh, aku melangkahkan kaki menuju masjid yang telah kami sepakati pekan lalu.
Hampir 15menit aku berjalan akhirnya sampai juga, kulirik jam di smartphoneku, 16:06wib.
          Belum terlambat pikirku, di ambang masjid aku edarkan pandangan namun belum ada salah seorang yang kukenal di lingkaran itu berada di sana, hanya ada penjaga masjid yang sedang menyapu dan suara riuh redam anak-anak pengajian dari lantai atas.  Aku masuk dan duduk di sudut masjid setalah berwudhu sebelumnya, tek…tek…tek detik demi detik berlalu, aku masih sabar menunggu karena memang belum ada satu pun yang datang, ting…tong…ting…tong menunjukan 16:46wib desahku menghembus, aku menyandarkan tubuhku di dinding masjid, tak ada juga yang nampak dari mereka. Driiing…17:01wib, aku masih menatap dinding masjid itu, kosong! 17:22wib, aku menutup smartphoneku setelah menghabiskan 4 memo yang penuh oleh tulisanku selama menunggu, tak nampak juga satu pun dari mereka.
        Aku beranjak dari duduk dan melangkahkan kaki keluar masjid, langkah-langkah itu kembali membuatku menjelajahi rel  menuju jalan pulang, di bawah langit maghrib saat matahari dengan pelan menuruni tangga langit.
Wassalam….
Salam Fahry Alamsyah, Prabumulih 15/06/2013.

Sumber:  http://jejakalamblog.wordpress.com/2013/06/15/rel-dakwah/#more-72

0 Response to "Rel Dakwah"

Posting Komentar