Merindukan Dempo

oleh Fahry Alamsyah
foto: g4lax1.blogspot.com

    Sepintas ingatan menyeberang dikala masih memegang status pelajar Aliyah Negeri dulu, pertama kali ikut Organisasi diluar sekolah, Forum Bersama Irmas (FBI). Hati kalang kabut disaat masa kepemimpinan Muhammad Hatta (maksudnya Kak Hatta, bukan M.Hatta Wakil Presiden RI pertama dulu he..he).

    Desember 2009, kelas tiga Aliyah. sibuk-sibuknya mempersiapkan ujian eh, saya malah sibuk penghematan ngumpulin uang buat biaya ongkos jalan-jalan bareng Kakak pengurus ke gunung Dempo, Pagar Alam. sangking hematnya kadang ngak jajan, masa itu kami diberi waktu satu bulan untuk menyetor uang ongkosnya yang jumlahnya cuma seratus ribu, sedikit si bagi anak berduit tapi bagi saya waktu sebulan itu untung-untungan bisa terkumpul, tapi ngak apalah yang penting aku bisa mendaki dan menikmati pesona gunung Dempo dengan dominasi hijau perkebunan teh, apapun harus saya lakukan.
       Sebulan, sudah hampir berakhir uang saya baru terkumpul sekitar sembilan puluh ribu pada waktu itu sementara ada berita uang ongkosnya ditambah dari semula seratus ribu menjadi seratus dua puluh ribu. saya masih kekurangan uang tiga puluh ribu lagi, otak diputar. seminggu lagi berangkat bagaimana caranya mendapatkan uang tiga puluh ribu dalam seminggu. otak punya otak akhirnya berani pinjem sama Kakak dirumah. dapet memang. tapi na'as seminggu melenggang begitu saja. berita yang membekukan hati tiba, jalan-jalan ke gunung Dempo harus di undur cukup lama enam bulan. penantian yang ditunggu-tunggu sudah begitu lama harus sirna.(hati panas....!!!) ya. akhirnya uang sembilan puluh ribu yang saya setor sama Mbak Rika saya tarik kembali, saya alihkan untuk keperluan sekolah dulu.
      Enam bulan lagi-lagi dengan enaknya berlalu, Ujian Nasional berakhir, masa kepemimpinan beralih ke Kak Desta Natalino. Agenda jalan-jalan dihadirkan kembali tetep ke gunung Dempo. sebulan dikasih waktu tempo untuk mengumpulkan ongkos, hati gelisa. saya tidak lagi sekolah otomatis uang jajal tidak lagi mengalir ke saku celana saya. hemm sedih memang berpikir sejenak. akhirnya ada tawaran dari Kakak ipar di Tanjung Enim untuk bekerja jadi kernet bangungan (kasarnya kuli bangungan deh), ngebantuin kerjanya dia gitu. tawaran saya ambil, pinjem uang adik enam puluh ribu untuk ongkos kesana.
      Dua minggu menggali harta karun disana, kurasa sudah cukup uang buat ongkos jalan-jalan ke Dempo, saya undur diri dari Tanjung Enim, karena beberapa hari lagi kami akan berangkat, senang bukan kepalang hati berbunga-bunga walau bukan musim semi.
      Namun hati ini terasa ambruk, bunga-bunga yang bermekaran dalam hati kini layu mengecut, jalan-jalan ke Dempo dibatalkan dan di Alihkan ke Ponpes RU, Inderalaya. huhh.. menghela napas sebentar. entah sampai kapan kerinduan saya dengan gunung Dempo akan terbayar dan sekarang masa kepemimpinan sudah ditanggan Kak Priatin akankah dengan antek-anteknya kak Resa (Sekertaris), Mbak Endah (Bendahara), M.Doni Saputera (Ka.Dep. Danus), Danti Cipta Sari (Ka. Dep. Syiar), dan Mbak Rika (Ka. Dep Kaderisasi). dan jalan-jalan ke gunung Dempo itu kembali dihidupkan lagi oleh Ka dep, Syiar Danti CS. saya dan teman-teman yang lain menunggu, apakah akan terealisasi ataukah kembali gagal.

Fahry Alamsyah.
Prabumulih, 11 Juni 2012, 06.00wib

0 Response to "Merindukan Dempo"

Posting Komentar