Hujan dan Air Mata Ibu



Aku heran dengan hujan kadang ia di benci, namun ia juga sering dirindukan, lihat saja ketika musim basah, orang-orang akan menghujat hujan. Tapi, ketika musim kering, orang-orang akan sangat memanjakan hujan, mereka sangat merindukan hujan akan turun dari langit, memberikan ketenangan, ketentraman serta kedamaian yang membuat hati ini berbungga di musim semi. Tapi, kali ini aku yang membenci hujan, penyebabnya hujan telah
membuat luka bagiku karena ia sudah menjatuhkan air mata ibu. Air mata yang tak kuinginkan kejatuhannya, yah karena aku hanya mengharapkan senyum ibu yang mewarnai hariku.

Membenci hujan adalah keputusan yang terberat bagiku. Karena kau tahu sendiri aku adalah maniak hujan sejati, aku sangat menyukai hujan tapi aku benci petir dan angin badai. Namun, kita tahu sendiri, Hujan, Angin badai dan petir sekawan yang sangat akrab, bahkan bisa di kata mereka mirip saudara kandung, tak mungkin aku mengingikan hujan tak mengharapkan angin dan petir. Jalan terbaiknya aku harus mencoba menyukai badai dan petir. 

Dulu. Dulu sekali ketika aku masih kecil, hujan telah membuat ayahku tak bisa tidur. Yeah, ayah sangat khawatir sekali ketika hujan turun yang di sertai badai dan petir bisa menyebabkan atap seng rumah kami terbang, maka dari itulah ayah tak bisa tidur. Dua sisi yang berbeda, di satu sisi aku sangat menyukai hujan, satu lagi aku tak bisa melihat kekhawatiran ayah. 

Itu di masa ayahku, sekarang di masa ibuku. Ayah sudah berpulang 2009 lalu, sekarang yang menanggun semuanya ialah ibu. Mungkin hujan sudah menghadirkan kecemasan di dalam hatinya, sehingga menimbulkan air  di sudut matanya yang kecut itu. Membuat aku kian terbenam di antara dua perbedaan. Tapi kali ini, aku tak ingin menambah luka ibu, biarlah hujan yang ku benci sekarang, demi ibu. 

Hujan kalau kau memang menyukaiku seperti aku menyukaimu. Maka putuskanlah pertemananmu dengan angin dan petir. Tetap bahagialah bersamaku, kita tumbuhkan rasa cinta itu dalam lingkaran yang kuat. (*)

By: Fahry Alamsyah  
Prabumulih, 30/3/14

0 Response to "Hujan dan Air Mata Ibu"

Posting Komentar