Oleh
: Fahry Alamsyah
Wajahnya
tidak bulat tidak juga begitu lonjong semua terkesan mempesona, hidungnya tidak
menjorok kedalam tidak juga terlalu menjulang keluar, mulutnya tipis dan seksi
begitu manis dengan warna merah muda menyelimuti bola matanya bening
memancarkan aura kesetiaan dihiasi lentiknya bulu mata dan tebalnya alis,
semakin bersih wajahnya dibaluti kain putih panjang hingga menjulur menutup
tubuh, sungguh elok dan menawan.
Pagi
menjelang siang ketika hari libur, ketujuh bidadari itu bersenda gurau di
beranda istana khayangan, semua bidadari itu tiada satu pun kekurangan yang
terdapat pada diri mereka, hanya satu kata. Sempurna. Bidadari masing-masing
memiliki ciri khas warna pada baju yang mereka kenakan, bidadari Sekar selalu
merah, Pertiwi hijau, Nayla kuning, Shela merah muda, Tamara biru, Diana ungu,
Shinta putih. Tujuh bidadari yang merindukan belaian kasih seorang lelaki halal
bagi mereka.
Pekarangan
istana belakang didominasi warna hijau
dengan kuning mempariasi diujung tangkai batang kamboja, baru semalam tujuh
bidadari, Rama Suryaman serta kanjeng Astuti Perembayun membicarakan masalah
perjodohan pembicaraan masih terlihat sedikit kaku padahal enam dari tujuh
bidadari istana itu sudah masuk usia pernikahan empat bidadari sudah menyandang
gelar sarjana dua bidadari Tamara dan Diana sudah semester akhir perkuliahan di
bumi . Tapi, kenapa Bidadari Shinta masih duduk dibangku kelas dua menengah
atas begitu antusias menyimak pembicaraan.
“Besok,
kita akan kedatangan tamu istimewa” Suara wibawa Rama Suryaman.
“Tamu
dari kerjaan langit ke tujuh, Kang Mas?” Jawab Kanjeng Astuti Perembayun.
“Ia
Adinda, Kang Mas Brotomo serta istri dan juga putra tungalnya, Raden Arjun akan
menginap beberapa malam disini” Ujar Rama Suryaman duduk dikelilingi Kanjeng
Astuti Perembayun dan ketujuh putrinya nan ayu-ayu.
“Dan
untuk kalian putri-putriku Sekar, Pertiwi,
Nayla, Shela berdandanlah yang cantik agar Raden Arjun tertarik pada salah satu
dari kalian” wajah merah menjadi penghias keempat bidadari itu, entah suka atau
duka yang dirasakan mereka.
* * *
Malam.
Gerlap gempintang mewarnai kerlap-kerlip memancarkan cahaya kecil
bersaut-sautan. Ini malam pertama Brotomo beserta istri dan juga Raden Arjum
menginap di kediaman Rama Arjun, Shinta hanya cengar-cengir kecil didalam
kamar. Tidak sudah-sudah wajahnya menempa cermin hias. Berdandan. Pasang
aksesoris ini aksesoris itu pada jilbab putihnya yang panjang terurai.
Shinta kau tampak
cantik bila jilbabmu tetap panjang hingga kepingang seperti ini,
cantik sekali bisa-bisa semua bidadari
disyurga sana, iri padamu. Senyum lebar terukir diwajah Shinta setelah
telingga kanannya menangkap bisikan halus entah darimana asalnya, diputarkan
sedikit tubuhnya dihadapan cermin itu senyum sumeringa makin menambah semarak
didalam hatinya.
Tidak shinta kau akan
tampak lebih cantik, bila kau kenakan
jilbab yang lebih pendek. Jilbab panjang itu bisa merepotkanmu dan juga
kurang menarik perhatian Raden Arjun, kau ganti saja yang lebih pendek, agar
terlihat lebih cantik. Gerak Shinta terhenti bisikan
berikutnya menelusup begitu tajam dari telingga kiri, wajah Shinta terlihat
kaku.
Jangan Shinta tetaplah
kau kenakan jilbabmu yang panjang ini. Bisikan kanan. Kau terlihat lebih cantik Shinta bila
mengenakan jilbab yang pendek. Bisikan kiri, Shinta benar-benar kaku Ayo Shinta kau ingin terlihat lebih
cantikkan. Shinta berjalan menghadap
lemari besar, kedua tangannya mengacak-ngacak setiap lepitan jilbab yang ada
didalam lemari itu.
Tokkk...Tokkk...Tokkk “Shinta sudah ditunggu Rama dimeja makan”
Suara ketokkan pintu Mbok Darsiem memanggil Shinta.
* * *
Di
ruang makan istana yang eksotik, meja makan besar sudah di penuhi makanan
mengoda lidah untuk di nikmati, Rama Suryaman, Kanjeng Astuti Perembayun, tamu
istimewa Brotomo, istri dan Raden Arjun serta tujuh bidadari kerajaan sudah
mengitari, suasana terlihat akrab sesekali terdengar tawa-tawa kecil ditengah
sesi makan malam.
“Emmm...Nakmas
Arjun ini lho putri-putri, Ibu” Ucap Kanjeng Astuti Perembayun, Sekar dan
kelima saudarinya menampakkan senyum indah namun tidak berlebihan. Tapi, senyum
Shinta yang begitu sumeringa. Hingga memciptakan tawa geli hadir pada diri
Arjun, melihat respon Arjun, Shinta pun tersenyum sedikit malu-malu.
“Nah
ini Sekar, ia putri tertua Ibu” ujar Kanjeng Astuti Perembayun membunuh
pandangannya pada Shinta, lalu mengalihkan pandangan pada Sekar. Senyum
seadanya, biasa saja.
“Yang
berikutnya ada Pertiwi, Nayla, Shela semuanya sudah menyelesaikan
perkuliahannya, sementara Tamara dan Diana sudah semester akhir perkuliahannya
di bumi dan putri Ibu yang bungsu Shinta, ia masih duduk dibangku menengah
atas” ucap Kanjeng Astuti panjang lebar, Arjun hanya menganguk-anguk kecil.
Penjamuan
malam sudah selesai, Shinta duduk di depan jendela memandangi bulan dan bintang
dari langit ke tujuh sembari tersenyum-senyum sendiri ingatannya memalayang ke
meja makan saat pandangan Arjun tajam menatapnya. Di hadapan cermin Shinta
kembali menari menghias diri. Kini jilbabnya sudah sedikit lebih pendek ia rasa
ada yang janggal dalam penampilannya.
Pakaianmu, tidak sesuai
dengan jilbabmu yang pendek, kau harus cari pakaian yang sedikit kecil dan
ketat agar manambah aura kecantikkanmu, agar lekukan tubuhmu bisa terlihat dan
tentunya jika Arjun melihatnya maka ia akan makin tertarik padamu, Shinta.
Bisikan itu kembali terdengar.
* * *
Di
taman bungga istana. Begitu banyak warna bunga memvariasi di ujung tangkai pangeran Arjun duduk dibangku taman dan
tatapan nan merdu menyapu hijau taman dan langit biru berpadu awan-awan putih
bergumpalan. Shinta ada dibalik semak pepohonan taman yang berada dibelakang bangku
taman tempat Arjun duduk. Tepat diatasnya dua burung merpati putih terbang
saling menghalau, meradu asmara.
Shinta, cepat kau
hampiri dia. bagaimana Arjun mau tertarik padamu kalau kau tidak mau
menghampiri walau hanya tegur sapa. Bisikan itu lagi
entah bagaimana Shinta bisa-bisanya mudah terpengaruh dengan bisikan itu yang asalnya tak jelas
darimana.
Ayolah Shinta.
Shinta begitu terlihat kaku, tanpa pikir panjang Shinta menghampiri sesosok
pangeran tampan dari negeri langit ketujuh, hatinya dag dig dug derrr ketika ungkapan kata pertama begitu susah
dilontarkan, rasa tegang begitu dahsyat, kaku dan nerpes melandanya, ketika ucapan pertama sudah diujung lidah entah
kebetulan ataukah ini keajaiban cinta, pandangan Arjun menangkap basah Shinta
yang berdiri dibelakangnya.
“Eh...kamu,
Shin ada apa.?” Tanya Arjun.
“Emmm...ngak ada apa-apa, maaf sudah mengganggu
Kak Arjun.” jawab Shinta.
“Oh,
saya kali yang harus minta maaf, katanya tempat ini tempat kesukaanmu ya.”
“Iya
Kak, ini tempat kesukaanku Ayah sering mengajakku kesini sewaktu Aku kecil,
makanya sampai sekarang ini menjadi tempat kesukaanku diwaktu sedih maupun
senang.”
“Oh
ya sudah kalau begitu saya pergi saja dari sini, mungkin kamu mau duduk
ditempat kesukaanmu.” jawab Arjun sembari beranjak dari tempat duduknya
“Jangan
Kak, Kakak tetap duduk saja disini, biar saya saja yang pergi.” cegah Shinta
“Permisi
Kak.” ucap Shinta mengakhiri, lalu pergi
Dihadapan
cermin. Shinta kembali tersenyum-senyum sendiri, nampaknya setangkai bunga
sedang bersemi dihatinya, setelah pandangan pertama dan sapaan pertama mampu
melukis dengan indah dihatinya. Kembali
ia berputar-putar didepan cermin memperhatikan penampilannya
Shinta sepertinya ada
yang kurang dengan penampilanmu, coba kau perhatikan jilbabmu sudah pendek,
pakaianmu sudah lebih ketat. Tapi, bawahanmu Shinta nampak lucu jika kau masih
menggunakan rokmu yang panjang dan lebar ini. Ganti
Shinta, ganti dengan celana Jeans kuncup seperti kebanyakan ABG jaman sekarang ini, nampak serasi jika kau
kenakan itu. Shinta termenung sesaat.
* * *
Gelap.
Gelap gulita seperti berada di gua menakutkan tiada satu titik cahaya yang
ditemukan. Gelap tiada cahaya, gelap mendekap tatapan mata terbatas. “Shinta...Shinta...Shinta kemari.”
Pangilan menghalau pendengaran Lari-lari tidak usah kau pikirkan semua itu.
cepat cari setitik cahaya itu yang akan menghantarkan jalanmu lebih terang
hingga mendapatkan cahaya yang mampu menerangi hati dan dirimu. Lari-lari
prajurit langit akan menangkap dan mengurungmu karena kau telah melanggar
peraturan langit, dikerajaan langit tidak boleh memakai jilbab pendek, pakaian
ketat dan juga celana jeans kuncup. Bila melanggar itu akan dikurung.
Nafas
tersengal-sengal. Prajurit langit sebentar lagi mendekat dan menangkap Shinta
kian gagah berlari. Bebatuan licin hingga kakinya terpeleset. Braaak. Pingsan.
“Shinta...Shinta
bangun” ucap Sekar. Perlahan-lahan ia membukakan matanya. Pandangannya mengabur
wajah Sekar terlihat buram. Dikucek-kucek matanya dan kembali normal
didapatinya keenam saudarinya mengelilingi dengan pakaian terbaik mereka
masing-masing, wajah mereka bersih seperti memancarkan cahaya, cahaya
kemuliaan. Didapatinya keenam bidadari itu kian jauh meninggalkannya, terbang.
“Mbak
Sekar, Mbak Diana,Mbak Nayla,Mbak Pertiwi, Mbak Shela, Mbak Tamara, kalian mau
kemana.” teriak Shinta.
“Kami
mau ke syurga” jawab Sekar.
“Aku
ikut.”
“Shinta
belum bisa ikut, kalau Shinta belum memperbaiki pakaianmu, jilbabmu yang lebih
sempurna” ucap Diana.
“Shinta
belum bisa ikut, kalau Shinta belum memperbaiki jilbab Shinta dengan yang lebih
panjang.” Ujar Nayla.
“Shinta
belum bisa ikut, kalau Shinta belum mengganti pakaian Shinta dengan yang
longgar” kejar Pertiwi.
“Shinta
belum bisa ikut, kalau Shinta belum menutup aurat secara sempurna” Ucap keenam
bidadari itu serentak.
“Tidakkk...”
teriak Shinta.
“Tidak
mau ikut mentoring, bangun Shinta ini sudah setengah empat” teriak Sekar.
Shinta sadar dari mimpinya, keringat sebiji jagung becucuran. Didapatinya
keenam sahabat sudah mengitari tempat tidurnya.
“Ayo
bangun bidadari Shinta, sore inikan kita ada mentoring sama Mbak Astuti.” Ucap lembut
Tamara. Shinta pun beranjak dari tempat tidurnya lalu menyiapkan diri bertemu
Murobbiyah, aksessoris bintang hijau melekat disisir kanan jilbab panjangnya.
Dan pergi
“Cieee...Arjun”
Shela nyeletuk “Ssst”
0 Response to "Bidadari Terpeleset"
Posting Komentar