Namaku Arumdaun

Namaku Arumdaun

            Namaku Arumdaun. Tapi cukup panggil aku Arum. Aku adalah orang yang membenci namanya sendiri. Jangan tanya arti namaku yang aneh ini, karena aku sendiri juga tidak tahu. Ibuku bilang ayah yang memberiku nama aneh ini. Kalau kau bilang tanya saja arti namaku itu pada ayahku, sebenarnya tanpa disuruhpun aku sudah akan melakukannya, tapi itu kalau aku bisa membangkitkan lagi ayahku dari tidur panjangnya. Ya, ayahku sudah lama berpulang karena kecelakaan sewaktu beliau melakukan perjalanan dinas ke Korea Selatan. Itulah mengapa sampai sekarang aku membenci negara itu. Karena di negara itu ayahku menghembuskan nafas terakhirnya tanpa sempat memberi tahu apa arti namaku.
            Jadilah sampai sekarang namaku jadi bahan ejekan teman-teman di sekolah. Menbuatku jadi malas bergaul dan jadi senang menyendiri.
%%%
            Saat ini aku sudah duduk di bangku kelas XI di sebuah SMA swasta bergengsi di kotaku. Di sekolah aku dikenal sebagai andalan sekolah dalam setiap perlombaan Karate, baik itu tingkat kota maupun provinsi. Aku cukup terkenal di sekolah. Tapi sayangnya, karena aku kurang gaul, orang-orang lebih mengenalku sebagai ‘Si Karateka yang Punya Nama Aneh Itu’. Cih, menyebalkan.
            Bisik-bisik tetangga yang kudengar, di kelasku akan ada murid pindahan dari Surabaya. Seorang cewek, cantik, pintar dan hal-hal ‘wah’ lain yang bisa membuat orang berdecak kagum padanya. Terserahlah, memangnya aku peduli? Paling-paling juga dia itu tipe-tipe cewek centil yang banyak bertebaran di sekolahku, yang setiap hari harus selalu diingatkan guru pembina agar memanjangkan rok mereka minimal 5 cm di bawah lutut. Yah, tipe-tipe seperti itulah.
            Suara langkah khas yang kukenali sebagai suara hentakan sepatu Pak Anwar (beliau berjalan sangat teratur sehingga membuatku berpikir bahwa mungkin beliau terobsesi dengan Paskibra) perlahan memasuki kelas, diikuti seorang cewek berseragam sekolah lengkap dan mengenakan jilbab lebar. Matanya sedikit sipit dengan kulit putih mulus dan senyum di wajahnya. Well, dari penampilan dia terlihat seperti murid baik-baik.
            “Hari ini kita punya teman baru. Ayo silakan perkenalkan dirimu.” Pak Anwar mempersilakan orang itu mengenalkan dirinya.
            Dengan senyum yang masih melekat di wajah, orang itu mulai memperkenalkan dirinya. “Nama saya Moon Cheon Sa, nama internasional saya Angel Moon. Sebelumnya saya bersekolah di Surabaya. Salam kenal.”
            Cih, nama internasional katanya? Memangnya dia orang global? Lagipula namanya jelas jauh lebih aneh dariku. Apa itu Mun Con Sa? Ukh, bagaimana cara pelafalannya saja aku tidak tahu. Makanya itu ya dia sok-sok pakai nama internasional yang jauh lebih bagus dari nama aslinya?
            “Baik, silakan duduk di tempat yang kosong, Angel. Kita akan mulai pelajaran Bahasa Inggrisnya.”
            Murid baru itu lalu berjalan menuju kursi kosong di dekatku. Dia tersenyum ke arahku, tapi aku tidak membalasnya. Moodku tambah jelek karena aku paling anti pelajaran Bahasa Inggris ini. Hufft.
%%%
            Sudah satu minggu ini aku lihat si anak baru yang sok-sok punya nama internasional itu menyendiri. Padahal dia sesuai dengan yang digambarkan teman-temanku sebelumnya. Cantik, pintar tapi ya itu … dia sama sekali tidak centil dan terkesan pendiam. Atau sombong? Entahlah. Yang pasti kalau mau meniru-niru imageku, it is big NO!!
            Dan aku rasa, aku tidak perlu berteman dengan orang seperti itu.
            Tapi wali kelasku seakan tidak satu pikiran denganku. Karena suatu hari, beliau merombak teman duduk dan akhirnya aku malah duduk sebangku dengannya.
            Jam istirahat siang.
“Nama kamu siapa?” tanya murid baru itu dengan logat aneh suatu hari. Lihat, bahkan nama teman sekelasnya saja dia tidak tahu. Dasar sombong.
            “Arum,” jawabku pendek.
            “Hanya ‘Arum’?” tanyanya lagi. Saat dia bicara, aku merasa ingin tertawa mendengar logatnya yang aneh itu. Bukan logat Jawa seperti halnya teman-temanku yang berasal dari pulau Jawa. Tapi logat ini … entahlah, aku tidak bisa memprediksi logat daerah mana yang dipakainya.
            Aku menoleh kesal padanya. “Memangnya kenapa?”
            Dia terlihat agak kaget dengan nada suaraku yang ketus. “Biasanya kan nama orang Indonesia banyak yang panjang.”
            Memangnya dia orang mana? Gak sadar diri nih?
            “Arumdaun.” Jawabku malas-malasan.
            Matanya terbelalak. Sudah kuduga, dia pasti akan mengejek namaku kalau tahu nama asliku.
            “Kenapa? Aneh?”
            Dia menggeleng, lalu tersenyum. ”Namamu bagus kok.” jawabnya.
            Aku mendengus, “’Bagus’ itu artinya ‘aneh’ kan?”
            “Aneh? Siapa bilang namamu aneh? Aku bilang apa adanya kok. Saat kubilang namamu bagus, itu berarti namamu memang bagus. Buat apa aku bohong?” dia bicara dengan bersemangat.
            “Udahlah. Aku tahu kok kamu cuma mau ngejek namaku yang aneh ini kayak yang lainnya. Ternyata kamu memang sama aja dengan yang lainnya. Males tau gak temenan ama orang kayak kalian yang bisanya cuma ngejek nama orang!” kataku dengan marah lalu pergi meninggalkannya.
%%%
            Aku berjalan pulang dengan kesal. Dan kekesalan itu kulampiaskan dengan menendang batu-batu kecil di jalan.
            “Ayah! Kenapa sih ayah ngasih aku nama aneh ini? Apa maksud ayah? Apa ayah pengen aku jadi bahan ejekan teman-teman sepanjang hidup?” teriakku di jalanan yang sepi.
            “Arum!” panggil seseorang dengan logat anehnya. Dia berjalan menghampiriku.
            “Aku gak tahu kenapa tiba-tiba kamu tadi marah. Tapi aku benar-benar jujur saat bilang namamu bagus. Aku gak pernah bermaksud ngejek nama kamu kok.”
            Aku mengalihkan pandangan. Aku tidak mau melihatnya.
            “Arum?”
            Aku menghembuskan nafas dengan kesal. “Oh ya? Terus menurutmu kamu tahu arti namaku itu?” tanyaku sinis.
            Dia mengangguk. “Apa kamu juga berasal dari Korea?”
            Kenapa dia tiba-tiba menanyakan tentang negara yang kubenci itu?
            “Aku orang Indonesia asli.”
            “Oh. Kupikir kamu juga orang Korea. Awalnya aku senang karena bisa menemukan orang dari negara asalku juga di sini.”
            “Jadi sekarang kamu sedih karena ternyata aku bukan orang Korea gitu?”
            “Bukan! Bukan itu maksudku. Ng … tapi, apa ada keluarga kamu yang pernah menetap di Korea atau semacamnya?”
            Orang ini kenapa sih?
            “Ayahku dulu pernah dinas ke sana. Dan ayahku juga yang ngasih aku nama aneh ini. Coba sekarang jelasin, kenapa kamu nganggap namaku bagus!” tantangku.
            “Sudah kuduga ternyata memang ada hubungannya dengan Korea. Kamu tahu gak sih arti namamu dalam bahasa Korea itu apa?”
            Aku hanya memberinya tatapan ‘mana kutahu’.
            Dengan tetap tersenyum, dia menjawab. “Dalam Bahasa Korea, ‘Arumdaun’ itu artinya ‘cantik’ lho!” katanya membuatku terbelalak tidak percaya.
            “Bohong!” kataku. “Tahu dari mana?”
            “Udah kubilang, buat apa aku bohong? Bohong kan dosa. Hei, aku ini orang Korea lho, makanya aku tahu.”
            “Yah, tapi kan itu buat orang yang tahu Bahasa Korea aja, yang gak tahu tetep aja gak tahu.” kataku tetap bersikeras.
            “Menurutku, arti filosofisnya sendiri ‘Arumdaun’ itu diberikan ayahmu supaya kamu beda dengan anak yang lain. Beda dalam arti positif. Biar kamu jadi ‘Daun yang Harum’.”
            “Ngigau ya? Mana ada daun yang harum?” Eh ada sih, daun pandan misalnya. Tapi bakalan lebih aneh dong kalau ayah memberiku nama ‘Pandan Wangi’.
            “Yah, makanya itu, menurutku sih harapan ayahmu supaya kamu bisa berprestasi dan menonjol dibanding ‘daun-daun’ lain yang biasa. Karena kamu adalah ‘Arum Daun’.”
            Aku melihat ketulusan di mata Angel.
            “Gitu ya? Kalau begitu selama ini aku udah salah banget nuduh ayahku yang gak bener. Padahal sebenarnya ayahku itu sayang banget sama aku. Makanya beliau ngasih aku nama yang cantik begini ya?” gumamku lirih. Maaf ya Ayah …
            “Nah sekarang udah ngerti kan? Jadi gak ada alasan deh buat benci ayahmu, namamu ataupun … ehm, tanah kelahiranku. Setiap manusia kan pasti akan menemui takdir kematiannya. Dan takdir ayahmu yah menghembuskan nafas terakhirnya di Korea. Gak ada yang kebetulan kok.”
            Aku menyeringai karena teringat sesuatu. “Nah, kamu sendiri kayaknya juga benci dengan nama aslimu. Makanya sok-sok pake’ nama internasional ‘Angel Moon’ segala. Iya kan?”
            “Bukan gitu. Nama Koreaku kan Moon Cheon Sa. Moon itu marga keluargaku dan Cheon Sa itu nama kecilku. Dalam bahasa Inggris, Cheon Sa itu artinya ‘Angel’ atau ‘Bidadari’ dalam bahasa Indonesia. Biasanya, kami, orang Korea yang tinggal di luar Korea punya nama internasional kok. Dan kebetulan namaku punya arti yang bagus dalam Bahasa Inggris, jadi aku pakai nama ‘Angel’.” jelasnya panjang lebar.
            Semenjak hari itu aku dan Angel pun berteman akrab. Ternyata selama ini dia hampir sama sepertiku yang sering menyendiri. Bedanya, Angel menyendiri karena dia kurang percaya diri dengan logat Korea-nya saat berbicara. Dia takut teman-teman akan mengejek logatnya yang aneh.
            “Tapi sekarang gak lagi.” Kata Angel. “ Mau namanya aneh, mau logatnya aneh, serbenarnya kita sama aja. Karena aku percaya manusia itu sama saja derajatnya di mata Alloh, yang membedakannya hanya iman dan takwa dalam dirinya. Iya kan, Arum?”
            Heh? Ngutip kata-kata darimana dia?
            “Setuju deh ama kamu.” kataku sambil nyengir lebar.

~SELESAI~

0 Response to "Namaku Arumdaun"

Posting Komentar