Lelaki Bernama Ayah (@FahryAlamsyah1)


Lelaki itu terpengkur menatap nasib, di usianya yang sudah menginjak 70 tahun-an ia masih saja merelakan setetes demi setetes keringat mengucur membasahi tubuhnya demi pengunjal perut istri dan anak-anaknya. Tak ada kata bermanja di setiap hari-hari yang berhasil ia lalui.

Terhitung sejak jaman Belanda menindas pribumi, saat itu ia masih berusia belasan tahun, mengembala kerbau milik saudagar kaya di kampung sudah ia lewati sampai dikejar-kejar KNIL Belanda dan menyebrang ke Sumatera meninggalkan kampung halaman di Kuningan, Jawa Barat.

Kehidupan baru di Sumatera ia mulai bersama orang-orang terdekat, tidak tahu bagaimana ceritanya secara pasti sehingga lelaki itu menginjakkan kakinya di bumi Seinggok Sepumunyian, Praboemoelih.

Tak ada bekal yang di bawa oleh lelaki berdarah Sunda itu untuk menjajal buminya yang baru di Sumatera kecuali kerja keras dan menjauhkan rasa malas. agar bisa bertahan hidup di tanah orang.

Di Sumatera ia menikah dengan seorang wanita berdarah Jawa, mendapatkan seorang anak perempuan, anak tunggal bernama Suparti sebelum akhirnya istrinya meninggal dunia, lelaki itu menduda. Cukup lama menduda lelaki itu kembali menikah dengan seorang janda beranak dua, bernama Sainani wanita asli Sumatera dari pernikahannya yang kedua itu ia mendapatkan 6 orang anak, termasuk aku. Selama menjalani bahtera rumah tangganya yang kedua ini, banyak hal yang ia lakukan agar semuanya tercukupi, mulai berjualan bakso sampai es serut yang ia pikul hingga berkilo-kilo meter berjalan kaki menembus hutan-hutan di Sumatera Selatan. Dan terakhir di usia senjanya, di saat orang-orang seusianya sudah duduk manis di kursi goyang, ia masih bekerja menjadi buruh bangunan atau buruh lepas, demi melihat anak-anaknya tumbuh dewasa dan berpendidikan cukup.

15 September 2010, ketika 10 hari lagi menjelang hari Raya Idul Fitri ketika itu aku masih duduk di semester akhir Aliyah, ia menghembuskan nafas-nafas terakhir. Tak ada kebahagiaan yang ia rasakan selama menjalani hidup kecuali kepuasan karena secara tidak langsung ia sudah mendidik anak-anaknya tentang kerja keras, kegigihan dan tentang makna menjalani hidup yang sebenarnya dan sebentar. (*)

*Thanks for U, My Father...

0 Response to "Lelaki Bernama Ayah (@FahryAlamsyah1)"

Posting Komentar