Selamat ya, atas terpilihnya Altitude 3676 sebagai Fiksi Dewasa Terbaik di IBF 2014, bagaimana perasaannya, pasti senang ya ?
Iya, senang pastinya dan tidak menyangka
juga. Karena sebenarnya selain mempunyai kelebihan, novel ini tentunya
memiliki kekurangan-kekurangan juga.
Menurut Yana, apa yang membuat novel ini menang? Apa karena idenya yang unik atau settingnya yang bagus?
Kurang tahu juga, karena ketika melihat
tipe jurinya yang serius dan senior, seperti salah satunya Pak Ahmadun
Yosi Herfanda, saya pikir mereka menyukai bacaan yang serius dan dewasa.
Sementara Altitude 3676 kan bergaya remaja. Makanya saya kaget
juga ketika mereka memilih novel ini sebagai yang terbaik. Mungkin
ketika membaca novel ini, para juri seperti diingatkan kembali pada masa
muda mereka. Itu hanya dugaan saya saja sih. Hehehe.
Sejak kapan Yana mulai aktif menulis dan lomba apa yang dimenangkan pertama kali?
Pertama aktif menulis tahun 2000, ketika
ikut serta mendirikan Forum Lingkar Pena Sumatera Selatan. Waktu itu
ada delapan orang, termasuk di antaranya adalah Kak Koko Nata.
Sebenarnya waktu SMA juga sudah suka menulis, tapi ketika bergabung
dengan FLP, menulis menjadi kegiatan yang diprioritaskan. Lomba yang
pertama kali dimenangkan adalah Lomba Novel Gema Insani Press tahun
2003, judulnya Alabaster. Novel ini bercerita tentang kehidupan dan
petualangan seorang mahasiswa Indonesia di Negeri Kanguru. Settingnya di
Canberra dan Adelaide. Kemudian pada 2004, saya mendapat penghargaan
terbaik kedua dalam lomba cerpen di ajang Festival Kreativitas Pemuda
yang diadakan oleh Creative Writing Institute. Sebenarnya saya jarang
menulis cerpen, dan mungkin inilah satu-satunya cerpen paling nyastra yang pernah saya buat. Yang lainnya entah. Hehehe.
Mungkin karena Yana mempunyai napas panjang ya, jadi lebih suka menulis novel?
Mungkin, karena ketika idenya sedang
banyak, rasanya kurang puas saat menuliskannya dalam bentuk cerpen.
Menulis cerpen itu seperti dipaksa bekerja di ruangan sempit, sedangkan
kalau novel kan lebih luas untuk bercerita.
Pernah tidak mengalami deadlock? Apa yang Yana lakukan untuk mengatasinya?
Pasti pernahlah, solusinya, hehehe. Tapi
kalau bisa bisa dilanjutkan ya dilanjutkan. Lumayan banyak juga
novel-novel yang saya tinggalkan begitu saja. Tidak bisa dilanjutkan
lagi. Biasanya karena temanya sudah tidak update lagi. Contohnya, waktu itu saya menulis tentang boomingnya
Facebook. Tapi kan sekarang sudah tidak lagi. Jadi ketika deadlock, dan
cukup lama, saya tidak bisa melanjutkannya lagi. Sayang sih,
tapi mau bagaimana lagi. Jadi sebaiknya kalau menulis itu memang harus
diburu untuk selesai dan siap dengan bahan yang lengkap dan matang.
Seperti Altitude 3676, sejak awal alur dan plotnya sudah jelas, meski sempat juga mengalami beberapa perubahan dalam proses penuangannya.
Oh iya, bicara tentang Altitude 3676, berapa lama waktu yang Yana perlukan untuk menyelesaikan novel tersebut?
Dua bulan. Ini novel tercepat yang saya
selesaikan. Karena saat itu saya belum bekerja, jadi punya banyak waktu
luang. Tiap hari saya selalu usahakan untuk menulis. Kebanyakan pada
malam hari selepas Isya, sampai tengah malam. Atau pagi hari saat masih fresh.
Apakah novel ini sengaja ditulis untuk diikutkan di lomba Novel Republika ?
Niat awalnya ingin saya terbitkan di
penerbit mayor. Tapi ternyata nasib baiknya ada di Lomba Novel
Republika. Naskah ini menang sebagai juara kedua lomba tersebut dan
diterbitkan dengan judul Tahta Mahameru. Satu tahun kemudian,
kontrak buku tersebut selesai. Dikarenakan beberapa alasan, saya tidak
melanjutkan kontrak baru di sana dan saya pindahkan ke penerbit Indiva
Media Kreasi. Novel ini pun kembali terbit dengan beberapa revisi,
termasuk berubah judulnya menjadi Altitude 3676.
Oh ya, denger-denger penghargaan ini Yana persembahkan sebagai kado ulang tahun suaminya ya? So sweet banget….
Hahaha, iya baru di tahun ini pemenang
IBF Award diberi kesempatan untuk menyampaikan sepatah dua patah kata di
atas panggung setelah diberi penghargaan. Saya tidak begitu siap saat
itu. Dan ketika saya mengatakan kalau penghargaan ini saya persembahkan
untuk suami saya yang kebetulan berulang tahun tepat di tanggal
penganugerahan itu, hadirin langsung bertepuk tangan dengan meriah.
Saat ini sedang menulis apa ?
Apa ya, sebenarnya sedang mencari ide sih,
makanya setelah menerima penghargaan, kami langsung pergi ke Gunung
Papandayan, berharap mendapat ide yang menarik untuk bahan menulis lagi.
Bisakah berikan tips agar kita tetap semangat meski naskah kita ditolak penerbit?
Kalau naskah kita bagus, kita berusaha
yakin saja. Insya Allah naskah kita akan menemukan nasib terbaiknya,
asal kita mengusahakannya. Ketika naskah ditolak penerbit, respon kita
bisa jadi ada dua. Yang pertama, kalau yakin bagus—bukan sekadar
kepedean saja tapinya ya, mesti benar-benar terbukti berkualitas—coba
tawarkan ke penerbit lain. Tapi jika merasa naskah kita kurang bagus,
kita harus mencari orang-orang yang tepat untuk dimintai kritik dan
saran. Setelah itu, lakukan revisi secara maksimal.
Siapa sih penulis favorit Yana ?
Dari kalangan FLP, sejak dulu saya memfavoritkan Teh Muthmainnah, penulis Pingkan. Untuk penulis luar negeri, yang saya sukai adalah Dan Brown.
Oh iya, dengar-dengan Altitude 36876, sedang dijajaki untuk dijadikan film, ya? Sudah sampai mana prosesnya.
Waduh, saya belum tahu banyak, ya, jadi
belum bisa berkata banyak juga. Kesempatan untuk Akan tetapi tak bisa
dimungkiri, saya juga memikirkan nasib baik Mahameru alias Semeru.
Sekarang gunung tersebut menjadi komersil sekali. Kondisi alamnya juga
mulai mengkhawatirkan. Kita perbaiki dulu Semeru dan etika para
pengunjungnya terhadap alam, itu yang terpenting. Kesempatan untuk
melayarlebarkan novel ini tentu ada. Tapi seperti yang saya katakan tadi
di atas, kita lihat saja nasib terbaik untuk novel ini, atas ikhtiar
kita dan atas izin Allah tentunya.
Sumber: http://flp.or.id/index.php/2014/03/13/azzura-dayana-pemenang-fiksi-dewasa-terbaik-ibf-2014/
0 Response to "Azzura Dayana, Jawara IBF 2014"
Posting Komentar